29 April 2010

Kades Karangluhur


Namanya Sucipto, ia dulu karyawan PT Pos Indonesia yang belum masuk masa pensiun beralih profesi sebagai kepala desa. orangnya supel, memiliki integritas,loyal dan semangat. membangun desa menjadi visi kedepan. kiparhnyapun banyak diakui oleh banyak pihak. dialah kades Karangluhur, pemimpin desa yang wilayahnya berada di jantung Kota kertek. kegiatan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan selalu berada di garda depan. disiplin telah membuatnya sebagai sosok yang berkinerja. semoga dengan semangatnya mampu memberi dampak bagi kesejahteraaan masyarakat desa Karangluhur kecamatan kertek.

24 April 2010

Sosok Kades Tlogodalem


Namanya Nur Budianto, akrab dipanggil pak nur, bahkan sering orang memnggilnya pak kiai. ia adalah kepala desa Tlogodalem kecamatan kertek. orangnya bersahaja, santai dan disiplin. tak heran desanya selalu rangking pertama lunas PBB. semangatnya luar biasa dalam membangun desanya. inilah sosok sng pemimpin desa Tlogodalem yang dicintai rakyat

Kondisi sumber mata air

Jumlah sumber mata air di wilayah Kecamatan Kertek sebanayak 97 buah dengan kondisi hampir 80% debitnya menurun. Jika pada musim penghujan memang belum dirasakan dampak penurunannya, namun saat musim kemarau sangat jelas tingkat penurunan debitnya. Adapun secara terperinci sumber mata air tersebut sebagai berikut:
Tabel 10 ; Sumber Mata Air.
No Desa No urut Debet(l/dtk) Keterangan
1 Sumberdalem Sidandang >10 Mulai menurun debitnya,trtm kemarau
Sitalon <10 Menurun
Kwarasan <10 Menurun
2 Karangluhur Krakal tamanan >10 Musim kemarau debit menurun
Sikembang >5 Musim kemarau debit menurun
Sibeduk 1-5 Lancar
Si curuk 1-4 Debit kecil
Selo 1-4 Debit kecil
Cembung 1-4 Debit kecil
Wangan aji 1-4 Debit kecil
Semen 1-4 Debit kecil
Srunah 1-4 Debit kecil
Sigondangan 1-4 Debit kecil
Sigan 1-4 Debit kecil
Lempong gosono 1-4 Debit kecil
Si borosan 1-4 Debit kecil
Delesan 1-4 Debit kecil
Krakal 1-4 Debit kecil
3 Purbosono Delesan 5 Dipakai 1 desa,
Jlukjlugan 1-5 Belum dipakai debet bagus
Dadap gede 10 Dipakai PDAM
Si dandang 10 Dipakai PDAM
4 Tlogodalem Wringin 5-10 Dipakai warga, debet menurun
Senden 5 Dipakai warga, menurun
5 Bojasari Jalatunda 5-10 Debet menurun
D
Sijero 5-10 Debet menurun
Siwaloh 5-10 Debet menurun
Tegal 5 Debet menurun
Silentreng 5 Debet menurun
Siponcol 5 Debet menurun
Setanganan 5 Debet menurun
Sempol 5 Debet menurun
6 Banjar Rantam sari 5-10 Dipakai pdam, dan sawah, baik
Tempurung dianggun 5-10 Dipakai kalitengah, banjarsari, baik pasang surut
7 Purwojati Lempong 1-2 Lancar

Bruk dempel 1-2 Lancar
Sewai sewot 1-2 Lancar
8 Tlogomulyo Dadap 1 Dipakai warga kasiyan,kaliurip, debet bagus
Tempurung 5 Dipakai warga keseneng mjtgh, debet bagus
Seglogak 5 Belum dipakai.
9 Pagerejo Sarangan 1-5 Disalur ke prbsn, madukoro,kalikuto. Debet abgus
Seprih 1-5 Dipakai pagerotan gemawang, debit bagus
10 Damarkasiyan Sijemblong >10 Dipakai dsn getas dan ds banjar, bdt baik
Siglotuk 5 Dipakai dusun kaliurip, Debet menurun
Sigajah 10 Dipakai PDAM, debet baik
Si rancak 10 Dipakai PDAM, debet baik
Si Dandang 5 Dipakai warga dsn kaliyoga,kesemen,bedakah,debit baik
11 Kapencar Branti 10 Dipakai ds kapencar debet menurun
Code 1-5 Dipakai beberapa warga, debetnya bagus
Kedunggede 1-5 Dipakai 1 RW debet bagus
Siteja 1 Belum dipakai, debit kecil
Kali Slamet 1-2 Debit kecil
Krakal 1-2 Debit kecil
Watulayang 1-2 Debit kecil
Kaliraki 1-2 Debit kecil
12 Surenggede Kalikuang 10 Debit lancar
Sibedah 5 Debit lancar
Sendang sari 5 Debit lancar
Sicliwik 3 Debit lancar
Kalisalak 3 Debit lancar
13 Sudungdewo Sembir 1-5 Debit kecil
Sikleneng 1-5 Debit kecil
Sijurang 1-5 Debit kecil
14 Sindupaten Ngadisuko 1-5 Saat penghujan tdk masalah,saat kemarau menurun tajam

Silempong 1-5 s.da




15 Wringinanom Sijambe 10 Debit baik
Binangun 10 Debit baik
Kemiri 5 Debit baik
Kalijurang 3 Debit kecil
Silempong 3 Debit kecil
16 Candimulyo Sidandang >10 Dipakai pdam
Muncar >10 Mati / mengecil, dipakai PDAM
Sibancet 1-10 Dipakai warga candiroto
17 Ngadikusuman Sitempurung 1-5 Saat hujan tdk masalah, saat kemarau menurun drastic
Pomahan 1-5 s.d.a
Sidedek 1-5 s.d.a
Sigudel 1-5 s.d.a
18 Reco Sibuntu >5 Debit baik, kemarau menurun
Bergelo/kaligalo >5 Debit baik,kemarau menurun
Segaran 1-5 Debit menurun
Kalilempong 5-10 Debit menurun
Kalitutup 1-3 Debit kecil
Sekwali 1-5 s.d.a
Sigatol 1-3 s.d.a
Brangki 1-3 s.d.a
Deles 1-3 s.d.a
Siduglik 1-3 s.d.a
19 Candiyasan Setejan 6 Tidak dipakai warga, debet menurun
Teneru 2 Dipakai banjaran, debetnya menurun
Siwaloh 5 Dipakai warga kabelukan. Debet menurun
Lak grenjeng >10 Dipakai dsn grenjeng,kabelukan, dbt baik

Sirenteng >3 Dipakai warga jurangjero, debet menurun
20 Kertek Krakal dawung 5-10 Debit baik
21 Bejiarum Bejijurang 10 Dipakai warga bejiurang,weningsari, guasari, debet bagus
Brengosan 10 Dipakai warga brengosan, debet bagus
Penanggulan 5-10 Dipakai sudungdewo, debet menurun
Sipolang 1-5 Dipakai kalicecep, debetnya bagus
Jumlah 97 buah
Sumber: Data Monografi Kec.Kertek,2009;

Melihat data di atas, kondisi sumber mata air yang ada saat ini sudah mulai memprihatinkan. Hal ini apabila dilihat dari kondisi luasan lahan kritis yang ada dan perlakuan manusia terhadap alam sepertimasih adanya penggalian pasir, ada korelasi yang erat. Kurangnya vegetasi tanaman keras berupa kayu-kayuan di kawasan yang semestinya menjadi resapan air dan kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pohon bagi pelestarian lingkungan, menjadi salah satu penyebabnya. Tidak saja berpengaruh pada kondisi air, akan tetapi lebih dari itu, punahnya habibat fauna maupun jenis-jenis flora langka karena rusaknya unsur hara akibat pola pertanian yang bergantung pada bahan kimiawi.
Di kehidupan sekarang saja sudah mulai dirasakan dampak negatifnya, seperti kasus matinya beberapa sumber mata air, meningkatnya suhu udara dan semakin ekstrimnya iklim bahkan banyak terjadi bencana alam seperti angin puting beliung dan tanah longsor. Kita tidak bisa membayangkan bagaimana kelak kehidupan di masa anak-anak dan cucu kita, jika tidak segera dibenahi. Kesulitan air, kekeringan, puso, kanker kulit karena jebolnya lapisan ozon, di sana-sini bencana alam terus terjadi dalam hitungan menit, tentu akan terjadi. Inilah gambaran manakala generasi sekarang tidak memberikan warisan alam yang baik kepada penerusnya.

Potensi Perikanan

Berbeda dengan potensi peternakan, di mana kawasannya banyak berada di lereng sumbing dan sindoro yang menempati area di 10 desa, maka untuk potensi perikanan darat berada di kawasan Kertek bawah yang meliputi desa sindupaten sampai Sudungdewo. Menurut data BPS tahun 2009 bahwa luasan area lahan kolam di Kecamatan Kertek mencapai 11.843 hektar. Namun tidak semua pemilik kolam tersebut tergabung dalam kelompok tani budidaya ikan. Adapun jumlah kelompok tani budidaya ikan yang ada hanya sebanyak 14 kelompok dengan luas area lahan kolam 2,1448 hektar. Selebihnya seluas 9,6982 hektar merupakan petani ikan perorangan. Sementara rincian jumlah produksi dan luas area kolam dari 14 kelompok budidaya ikan yang ada sebagai berikut ;
Table 8 ; Data kelompok budidaya ikan, luas lahan dan jumlah produksi.

No Desa Nama Pokdakan Luas area (Ha) rata-2 Produksi (ton/bulan) Jenis komoditas
1 Sudungdewo Sejahtera 0,0650 0,1422 Nila,bandung
Dewan jaya 0,0556 0,1216 Nila,bandung
Lumintu 0,0610 0,0890 Nila,bandung
Lestari 0,0720 0,1050 Nila,bandung
2 Karangluhur Margo luhur 0,7500 0,1641 Nila
3 Bojasari Muda Tani 0,0862 0,1886 Nila,Grasscarp
4 Kertek Ulam sari 0,0545 0,1192 Nila,Grasscarp
5 Candimulyo Makmur 0,5280 1,1550 Nila,Grasscarp
6 Ngadikusuman Mina tani 0,1710 0,3741 Nila
7 Tlogomulyo Ngudi rahayu 0,0820 0,1794 Nila
8 Sumberdalem Jaya abadi 0,0595 0,0868 Nila,Grasscarp
Sumbersari 0,0474 0,1037 Nila,Grasscarp
9 Pagerejo Jaya makmur 0,0573 0,0836 Nila,Grasscarp
10 Sindupaten Mujur 0,0553 0,1210 Nila,Grasscarp
Jumlah 14 klpk 2,1448 3,0333
Sumber : BPS , Tahun 2009.

Dari data tersebut maka potensi produksi perikanan di wilayah Kertek dari 14 pokdatan mencapai 3,0333 ton perbulan atau 36,4 ton pertahun. Jumlah ini apabila ditambah dengan produksi budidaya ikan milik perorangan (diluar kelompok yang ada) seluas 9,6982 hektar sebanyak 6,8575 ton perbulan atau 82,3 ton pertahun, maka jumlah produksi ikan di Kecamatan Kertek pertahunnya mencapai 118,7 ton. Jumlah ini sangat signifikan jika Kertek ke depan dijadikan kawasan sentra perikanan darat, dengan daya dukung pangsa pasar dan fasilitas pembangunan pasar ikan yang lebih strategis.

Potensi Peternakan

Kawasan lembah SUSI (Sumbing-Sindoro) merupakan area potensi rumput yang cukup melimpah. Sayangnya potensi ini belum mampu menjadi peluang usaha peternakan di kawasan tersebut, kalaupun ada, rasio jumlah ternak dan ketersediaan nutrisi pakan masih belum sebanding. Adapun jumlah ternak yang ada adalah ;
No
Desa
JmlSapi
JmlKerbau,
jml Kambing/domba
Luas Tegalan Potensi rumput (Ha)
1 Sindupaten 13 10 88 -
2 Surenggede 8 12 97 -
3 Bojasari 27 14 177 -
4 Kertek 68 6 44 -
5 Sumberdalem 54 - 40 -
6 Purwojati 74 8 212 71
7 Karangluhur 97 2 328 38
8 Ngadikusuman 8 10 68 -
9 Wringinanom 12 8 72 -
10 Sudungdewo 16 12 126 -
11 Bejiarum 14 12 196 20
12 Damarksiyan 79 - 352 58
13 Banjar 11 4 189 35
14 Tlogodalem 51 4 322 92
15 Tlogomulyo 18 - 256 160
16 Pagerejo 253 - 848 373
17 Candimulyo 146 2 589 489
18 Purbosono 63 - 389 108
19 Candiyasan 86 - 402 300
20 Kapencar 127 - 478 221
21 Reco 111 - 359 418
Jumlah 1,336 104 5.632 2.383
Sumber : BPS Tahun 2009;
Dari data di atas, menunjukkan bahwa potensi ternak baik sapi maupun domba cukup menonjol. Selain jumlah ternak yang banyak, juga didukung oleh potensi lahan tegalan yg cukup luas yang masih memungkinkan ketersediaan pakan rumput. Kondisi lahan tegalan ini, belum seluruhnya dimanfaatkan petani sebagai bahan nutrisi pakan ternak. Lahan tegalan yang ada dipergunakan sebagai komoditas sayuran. Pemanfaatan lokasi sebagian lahan terutama di pinggir-pinggir batas / galengan yang ditanami rumput.
Dari luasan lahan tersebut, masih memungkinkan potensi penambahan ternak sapi di kawasan ini sebanyak 30.000 ekor. Jumlah ini diasumsikan jika semua lahan dipergunakan sebagai ladang rumput. Akan tetapi jika asumsi lahan tegalan dipergunakan untuk pertanian dan perkebunan seperti komoditas holtikultura atau sayuran luasnya 80%, maka masih berpotensi adanya jumlah ternak sapi sebanyak 6.672 ekor. Jumlah ini hanya menggunakan luasan lahan 20% dari total lahan tegalan yang ada. Sementara kondisi di masyarakat baru terdapat 1.336 ekor, maka dengan asumsi tersebut, masih terdapat kekurangan ternak sapi 5.336 ekor. Kondisi yang masih memperihatinkan bahwa dari jumlah ternak yang ada saat ini, dilihat dari kepemilikannya hanya 40% yang benar-benar milik petani, dan yang lainnya adalah milik orang lain yang dikelola petani melalui system gaduh atau beberapa diantaranya milik kelompok bersama dari bantuan pemerintah.

Kondisi UMKM

Sebagai kecamatan terbesar kedua setelah Wonosobo, Kertek menjanjikan akan adanya pengembangan usaha mikro kecil dan menengah. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya UMKM yang ada di wilayah ini yaitu usaha mikro 2.293 buah usaha kecil sebanyak 266 dan menengah sebanyak 46 buah. Adapun sebagian besar usaha mikro yang digeluti masyarakat adalah industri rumah tangga dan perdagangan. Permasalahan yang mereka hadapi antara lain berupa akses permodalan, akses pemasaran maupun kualitas produk yang belum kompetitif. Di samping itu kondisi sarana dan prasarana infrastruktur belum memadai, sehingga selain berakibat pada upaya masuknya investasi ke sektor UMKM, juga menimbulkan beban biaya produksi yang lebih mahal.
Melalui program pemberian perijinan gratis kepada UMKM pada tahun 2010 ini di mana yang kami usulkan sebanyak sebanyak 1008 buah baik berupa SIUP, Ijin HO, IMB, Tanda Daftar Perdagangan (TDP) ataupun Tanda Daftar Industri (TDI), nantinya diharapkan bisa ditangkap mereka sebagai peluang dalam memperoleh akses permodalan. Peran pemerintah selanjutnya selain membuka semua akses infrastruktur jalur ekonomi pedesaan, juga memfasilitasi pihak permodalan di sektor swasta/BUMN maupun perbankan melalui bantuan kredit lunak. Peningkatan kapabilitas sektor UMKM juga masih menemui kendala baik kemampuan di bidang pemasaran maupun keahlian dalam berproduksi. Manajemen yang mereka jalankan masih sangat bergantung pada alam dan belum menggunakan teknologi modern dalam meningkatkan produksinya.
UMKM yang ada di Kecamatan Kertek sebagian besar bergerak di bidang perdagangan dan industri. Di bidang perdagangan berupa aneka usaha baik warung kelontong, pedagang sayur keliling, warung sembako dan warung makan dalam kategori mikro sebanyak 1.513 orang.
Sementara di bidang Industri ada 883 orang yang bergerak usahanya pada ;
1) Industri pande besi sebanyak 135 orang, terdapat di desa Purwojati dan sumberdalem. Kendala mereka saat ini kesulitan modal dan bahan baku, serta keahlian produk yang inovasi seiring dengan tuntutan dan persaingan usaha dengan pengusaha besar.
2) Pembuatan batako sebanyak 23 orang, terutama berada di Desa Purwojati, Ngadikusuman, Sumberdalem. Kesulitan yang dihadapi adalah permodalan dan bimbingan teknis produksi.
3) Industri sepatu dan sandal sebanyak 42 orang, berada di Dusun Klilin Desa Sindupaten. Kendala yang dihadapi selain faktor modal juga pemasaran. Kurangnya keahlian yang mampu mendorong usaha yang lebih memiliki nilai kompetitif pasar.
4) Industri kerajinan bambu sebanyak 262 orang, baik berupa anyaman cething, tumbu, caping, kalo, rigen, tampah, sangkar burung dan lainnya. Desa-desa penghasil industri ini berada di Karangluhur, Purwojati, Candiyasan dan Bojasari. Kendala yang dihadapi selain permodalan, menurunya pasar akibat kalah oleh produk-produk berbahan plastik yang bentuknya juga lebih inovatif.
5) Industri olahan makanan basah dan kering sebanyak 283 orang seperti rengginang, jenang dan wajik snerek, combro, kripik tempe, kerupuk gandum maupun jagung, roti, nilam, getuk dan gejos. Desa-desa potensi penghasil industri ini utamanya ada di Karangluhur, Kertek, Kapencar, Bojasari, Purwojati, Sumberdalem, Ngadikusuman, Surenggede dan Sudungdewo.
6) Industri pertukangan dan meubel sebanyak 54 orang yang memproduksi aneka meubel seperti almari, dipan tempat tidur, meja dan kursi. Industri ini yang sudah menonjol di desa Bojasari. Permasalahannya hampir sama dengan industri-industri kecil lainnya yakni faktor permodalan dan pemasaran.
7) Industri Tempe sebanyak 84 orang yang menghasilkan tempe kedelai. Industri ini ada di hampir semua desa, hanya yang lebih dominan berada di desa Sindupaten, Ngadikusuman dan Sumberdalem.
8) Industri Kerajinan Tambaga dan Alumunium sebanyak 82 orang yang sudah tergabung di dalam 2 kelompok usaha bersama di Desa Surenggede. Produk yang dihasilkan antara lain kenceng, dandang, ceret, dan peralatan rumah tangga lainnya. Permasalahanya sama disamping permodalan dan bahan baku yang semakin langka dan mahal, juga semakin tersingkirnya mereka dari produk-produk pabrik.

Komoditas Perkebunan

komoditas di bidang perkebunan yang potensial di wilayah ini adalah komoditas Tanaman Tembakau, Kopi jenis Arabika dan Kebun teh. Jumlah produksi tanaman tembakau pada tahun 2009 dihasilkan 419,3 ton daun tembakau rajangan dari jumlah tanaman tembakau sebanyak 19.767.000 batang yang ditanam di lahan seluas 988,4 hektar. Desa-desa potensi penghasil tembakau antara lain Pagerejo, Reco, Candiyasan, Kapencar, Purbosono, Tlogomulyo, Candimulyo, Purwojati, Tlogomulyo, Damarkasiyan dan Sumberdalem.
Jumlah produksi kopi jenis arabika tahun 2009 sebanyak 267,5 ton berupa kopi basah. Jumlah produksi ini dihasilkan dari populasi tanaman sebanyak 102.500 batang di area lahan seluas 68,13 hektar. Desa penghasil terbesar adalah Kapencar, Candimulyo dan Reco serta desa-desa kawasan atas lainnya seperti Pagerejo, Candiyasan dan Purbosono.
Sedangkan jumlah produksi teh mencapai 19,48 ton dengan jumlah tanaman sebanyak 52.700 batang di area lahan seluas 21,08 hektar. Jumlah produksi ini di luar milik PT Tambi yang ada di kawasan Kertek dan merupakan produksi milik rakyat. Adapun desa-desa penghasil teh, antara lain Damarkasiyan, Pagerejo, Tlogomulyo, Reco, Kapencar, Candiyasan dan Tlogodalem.
Melihat potensi yang ada di bidang perkebunan ini, sementara masyarakat masih terkendala dengan faktor kepemilikan lahan, diharapkan ke depan program Lembaga Masyarakat Desa dan Hutan (LMDH) di kawasan ini dapat terealisasi dikarenakan lokasi desa-desa tersebut langsung berbatasan dengan kawasan hutan. Adapun potensi luas lahan yang diproyeksikan sebagai LMDH milik perhutani seluas 1.163,9 Hektar meliputi di 5 (lima) desa yakni :
1) Candiyasan seluas 454.049 Ha
2) Damarkasiyan seluas 59.145 Ha
3) Pagerejo seluas 132.321 Ha
4) Kapencar seluas 391.599 Ha
5) Reco seluas 126.786 Ha

Jika lahan seluas tersebut dapat dikelola secara bersama oleh pihak Perhutani dan masyarakat sekitar, maka selain dalam tujuan penanganan lahan kritis yang ada (menjaga kelestarian lingkungan) juga mampu memberi manfaat ekonomi bagi warga sekitar. Masyarakat ikut menjaga tanaman hutan, tetapi di sela tanaman tersebut masyarakat dapat menanaminya dengan tanaman perkebunan seperti kopi arabika maupun rumput sebagai pendukung nutrisi peternakan di kawasan tersebut.

Potensi komoditas ubi kayu dan ubi jalar.

Sangat berbeda dengan komoditas padi maupun jagung, nampaknya komoditas ubi kayu dan ubi jalar di tahun 2009 mengalami penurunan. Pada tahun 2008 budidaya ubi kayu mencapai luasan lahan panen 139 hektar sementara tahun 2009 hanya 25 hektar. Sama dengan ubi jalar, tahun 2008 ada di 217 hektar sedangkan tahun 2009 hanya di 27 hektar. Akibatnya terjadi penurunan jumlah produksi yakni ubi kayu tahun 2008 sebanyak 34.750 ton turun menjadi 625 ton di tahun 2009 dan pada komoditas ubi jalar produksi tahun 2008 sebanyak 3.689 ton turun menjadi 459 ton pada tahun 2009. Kawasan yang membudidayakan tanaman ubi kayu dan ubi jalar di tahun 2009 hanya di sebagian wilayah di tengah (12 desa). Justru kawasan atas yang jumlah produksi jagungnya tinggi tidak dioptimalkan dengan berbagai jenis tanaman lain yang sejenis seperti ubi-ubian.

Potensi komoditas padi dan jagung

Berbeda dengan komoditi sayur, komoditi pangan khususnya padi banyak dihasilkan di wilayah Kertek kawasan bagian bawah yang ditunjang dengan system irigasi dan lokasi persawahan yang luas.jumlah produksi pada tahun 2009 sebanyak 12.236 Ton pada lahan panen seluas 2.450 Hektar. Jumlah ini meningkat dari tahun sebelumnya yang justru dengan luas lahan yang lebih sempit yakni tahun 2008 sebanyak 11.968 ton pada lahan panen seluas 2.992 Hektar. Wilayah penghasil padi terbesar ada di Desa Sindupaten, Bojasari, Surenggede, Ngadikusuman, Wringinanom, Karangluhur, Purwojati, Kertek, dan Sumberdalem.
Sementara untuk komoditas jagung jumlah produksi tahun 2009 sebanyak 9.111 ton pada lahan panen seluas 2.170 hektar. Jumlah ini juga meningkat dari 3 tahun terakhir yakni tahun 2008 sebanyak 6.786 ton pada lahan 1.939 Ha, tahun 2007 sebanyak 8.720 ton pada lahan 3.269 Ha dan tahun 2006 sebanyak 4.847 ton pada lahan seluas 1.939 Ha. Wilayah penghasil jagung adalah kebalikan dari komoditas padi, yakni berada di kawasan atas seperti Reco, Kapencar, Candiyasan, Candimulyo, Pagerejo, Tlogomulyo dan Purwojati.

Potensi komoditas cabe dan tomat

Jumlah produksi komoditas cabe pada tahun 2009 sebanyak 3.541 ton di lahan panen seluas 707 hektar. Jumlah ini meningkat tajam dari produksi 3 tahun terakhir yakni tahun 2008 sebanyak 1.003 ton di lahan 200 Ha, tahun 2007 sebanyak 1.530 ton di lahan 306 Ha, dan tahun 2006 sebanyak 554 ton di lahan 210 Ha. Desa-desa potensi komoditas cabe berada di kawasan tengah yakni Damarkasiyan, Bejiarum, Tlogodalem, Karangluhur, Ngadikusuman, Purwojati dan Tlogomulyo.
Sementara untuk komoditas tomat justru berada di kawasan bawah yang meliputi Kelurahan Kertek, Desa Sindupaten, Purwojati, Bojasari, Surenggede, Sudungdewo, Bejiarum, dan Purwojati. Jumlah produksi tomat pada tahun 2009 lalu sebanyak 480 ton dengan lahan seluas 40 hektar. Jumlah ini meningkat dibanding produksi selama 3 tahun terakhir yakni tahun 2008 sebanyak 216 ton di lahan 18 Ha, tahun 2007 sebanyak 180 ton di lahan 15 Ha dan tahun 2006 sebanyak 216 ton di lahan 17 Ha.

Potensi Komoditas kobis dan sawi

Sama dengan komoditas bawang daun, komoditas kobis juga terdapat di hampir semua desa yang ada. Namun jumlah produksi yang terbesar dihasilkan di kawasan atas (lereng lembah SUSI) dengan rasio jumlah perbedaan tonase produksi antara kawasan bawah dan atas cukup signifikan. Jumlah produksi kobis tahun 2009 sebanyak 4.340 ton tersebar di luas lahan panen seluas 217 hektar. Jumlah ini mengalami peningkatan dari 3 tahun terakhir yakni 3.160 ton di lahan 158 Ha pada tahun 2008, sebanyak 3.140 ton di lahan 157 Ha pada tahun 2007 dan sebanyak 3.160 ton di lahan 158 Ha pada tahun 2006. Desa-desa penghasil terbesar komoditas ini adalah Kapencar, Tlogomulyo, Candiyasan, Reco, Candimulyo, Pagerejo, Purbosono, Damarkasiyan dan Banjar.
Sementara pada komoditas sawi hanya beberapa desa yakni kawasan atas dengan jumlah produksi tahun 2009 sebanyak 396 ton di luasan lahan panen seluas 36 hektar. Komoditi ini juga mengalami peningkatan dari perkembangan 3 tahun terakhir yakni tahun 2008 sebanyak 77 ton di lahan 7 Ha, tahun 2007 sebanyak 341 ton di lahan 31 Ha dan tahun 2006 sebanyak 75 ton di lahan 7 Ha. Desa-desa penghasil komoditas sawi sama dengan desa penghasil komoditas kobis yakni kawasan lembah Sumbing Sindoro.

Potensi komoditas bawang daun dan kacang merah

Potensi komoditas bawang daun berada di hampir seluruh desa di Kecamatan Kertek dengan total produksi pada tahun 2009 lalu sebesar 953 ton di lahan panen seluas 106 hektar. Jumlah produksi ini menurun selama 3 (tiga) tahun terakhir yakni tahun 2008 sebanyak 1.476 ton, tahun 2007 sebanyak 1.065 ton dan tahun 2006 sebanyak 1.394 ton. Penurunan ini dikarenakan karena faktor luasan lahan yang dipergunakan petani jumlahnya menurun yakni tahun 2008, seluas 164 hektar, tahun 2007 seluas 121 Ha dan tahun 2006 seluas 164 Ha. Penurunan cakupan luasan lahan ini dilakukan karena petani mengalihkan budidaya pertanian dengan produk yang berbeda. Kawasan komoditi bawang daun lebih banyak dihasilkan di desa-desa di lereng Gunung Sindoro dan Sumbing dengan urutan tertinggi di desa Candimulyo, Purbosono, Reco, Kapencar, Banjar dan Candiyasan.
Sementara komoditas kacang merah pada tahun 2009 mampu diproduksi sebanyak 2.855 ton dengan luasan lahan 256 hektar. Komoditi ini tidak mengalami penurunan bahkan dibanding tahun 2007 dan 2006 meningkat cukup signifikan. Kawasan penghasil komoditas kacang merah, hanya berada di lokasi lereng lembah Susi (Sumbing–Sindoro) dengan urutan jumlah produksi dari yang paling tinggi di desa Kapencar, Reco, Candiyasan, Purbosono, Pagerejo, Tlogomulyo dan Banjar.

Kondisi sumber daya Pertanian

Komoditas unggulan bidang pertanian berupa padi, tanaman palawija serta sayur-sayuran. Jika dilihat dari jenis mata pencaharian penduduk Kecamatan Kertek yang 46% adalah petani dan buruh tani, maka pengembangan pertanian merupakan prioritas yang harus dijalankan di wilayah ini. Luas lahan pertanian di kawasan Kertek pada tahun 2009 seluas 3.876,5 Hektar yang terbagi dalam 2 (dua) kategori yaitu persawahan dan tegalan. Luas lahan sawah adalah 1.480,8 Hektar dan tegalan seluas 2.395,7 Hektar. Kawasan persawahan banyak digunakan untuk budidaya padi dan tanaman palawija, sementara untuk kawasan tegalan banyak dibudidayakan sayur-sayuran.
Jika dilihat dari sumber daya manusianya, ada 111 kelompok tani yang tersebar di 21 desa/kelurahan dengan jumlah anggota sebanyak 4.326 petani. Adapun perincian jumlah petani tersebut dilihat dari kepemilikan lahannya terdiri atas 3.904 orang petani pemilik lahan sendiri, 208 orang petani penggarap dan 214 orang sebagai buruh tani. Data ini menunjukkan bahwa petani pemilik sangat dominan dan hal ini merupakan potensi kekuatan yang masih bisa dikembangkan dalam meningkatkan komoditas unggulan pertanian di kawasan ini.

Kondisi Kemiskinan

Ukuran kesejahteraan sangat bervariasi, namun secara mendasar dapat diklasifikasikan pada tiga kekuatan dasar dalam memenuhi kebutuhan yakni pada pemenuhan Ekonomi, Pendidikan dan Kesehatan. Ekonomi dilihat pada aspek kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yakni pangan, sandang dan papan/perumahan. Sementara aspek pendidikan dilihat pada sejauhmana kemampuan anggota keluarga dalam menempuh jenjang pendidikan yang tinggi, dan aspek kesehatan dilihat pada sejauhmana mereka mampu memperoleh layanan kesehatan dan terbebas dari penyakit.
Dari jumlah Kepala Keluarga yang ada yakni sebanyak 22.344 KK, terdapat Kepala Keluarga miskin sebanyak 8.984 KK atau 40,2 %. Dari angka tersebut, KK yang menerima bantuan langsung tunai (BLT) tahun 2009 sebanyak 12.126 KK dengan total uang sebanyak Rp. 1.728.400.000,-. Jumlah penerima BLT ini meningkat dari jumlah KK miskin di atas dikarenakan pada kondisi klasifikasi pendataan yang berbeda maupun kondisi lapangan yang sarat akan berbagai kepentingan.
Sementara pada jumlah KK yang menerima alokasi beras miskin hanya sebanyak 8.084 KK didasarkan pada data terakhir BPS tentang KK miskin walaupun pada prakteknya alokasi pembagiannya lebih mengedepankan aspek pemerataan. Inilah kendala lapangan yang sampai saat ini masih ada, sehingga dalam pengalokasian beras miskin masih mengedepankan sisi pemerataan untuk meredam gejolak di masyarakat.
Sementara dilihat pada aspek kepimilikan asuransi kesehatan orang miskin sebanyak 8.642 orang, sehingga bila dibandingkan dengan jumlah KK miskin terdapat selisih 342 orang. Sayangnya belum seluruh anggota keluarga warga miskin mendapatkan kartu askeskin akibat kuota penambahan peserta sangat dibatasi. Kepemilikan askeskin ini sangat dirasakan manfaatnya karena pemenuhan kebutuhan hak dasar akan kesehatan warga miskin dapat terpenuhi di berbagai pelayanan kesehatan pemerintah maupun swasta yang telah bekerjasama dengan PT askes.
Namun demikian dari tahun ke tahun angka kemiskinan justru meningkat. Kondisi ini diakibatkan oleh lemahnya si miskin dari berbagai faktor, faktor ketidakberdayaan karena rendahnya kapabilitas, ketidakmampuan dalam menangkap peluang dan faktor kesempatan. Karenanya upaya pemecahan pemberantasan kemiskinan harus melibatkan si miskin itu sendiri dalam merencanakan kebutuhannya. Si miskin didudukkan sebagai pelaku dengan diberikan berbagai fasilitas pendukung seperti keahlian, akses bantuana permodalan maupun network jejaring usaha.

Kondisi Kesehatan di Kecamatan Kertek

Kecamatan Kertek yang berjarak 8 km dari ibukota Kabupaten Wonosobo, sebenarnya tidak begitu risau mengenai akses pelayanan kesehatan khususnya rumah sakit. Namun demikian, sekalipun adanya dukungan kedekatan akses pelayanan rumah sakit, pelayanan kesehatan dasar di Kecamatan Kertek tetap difasilitasi oleh Puskesmas, yang terbagi dalam dua administrasi pembinaan yakni Puskesmas 1 dan 2 Kertek. Adapun dukungan sarana prasarana dan sumber daya yang ada sebagai berikut;

Tabel 4 ; Data Sarana Prasarana dan Petugas Kesehatan menurut Domisili
No Sarpras dan Petugas Kesehatan Jumlah
1 Dokter umum 3
2 Dokter gigi 2
3 Perawat / mantra 18
4 Bidan 33
5 Ahli Gizi 2
6 Apoteker 4
7 Dukun bayi 45
8 Rumah bersalin 2
9 Klinik 1
10 Puskesmas 2
11 Puskesmas pembantu 4
12 Puskesmas keliling 2
13 Posyandu 101
14 Polindes 13
15 Dokter praktek 4
16 Apotik 4
Sumber ; Puskesmas 1 dan 2 Kertek 2009;
Melihat aset bidang kesehatan baik berupa sarana dan prasarana sampai pada sumber daya tenaga medis dan paramedis yang ada, pada dasarnya tidak ada masalah pada pelayanan kesehatan dasar masyarakat. Di semua desa/kelurahan telah ada petugas bidan desa yang selalu siaga di tempat bahkan terdapat Poli Kesehatan Desa (PKD), dan Puskesmas Pembantu di beberapa desa. Wilayah Kertek juga memiliki poliklinik swasta yakni PKU Muhammadiyah dan Nailusyifa milik NU. Di samping itu, wilayah ini sangat diuntungkan dengan keberadaan pusat pelayanan kesehatan Kota Wonosobo baik RSUD Setjonegoro dan RSI yang radiusnya masih dalam jangkauan.

2) Angka Kematian Ibu (AKI) , Angka Kematian Bayi (AKB) dan Gizi Buruk.
Jumlah kematian bayi pada tahun 2009 sebanyak 56 orang, naik 15 orang dari tahun 2008 sebanyak 41 orang. Sementara pada jumlah kematian bayi tahun 2009 sebanyak 4 orang, naik 1 kasus dari tahun 2008 yakni sebanyak 3 orang bayi. Penyebab umum pada AKI karena kondisi penyakit lain dari si ibu seperti penyakit jantung dan pernafasan serta ada beberapa di antaranya karena kekurangan darah saat melahirkan, dan semua kasus tersebut terjadi ketika sudah mendapat perawatan dokter di Rumah sakit bersalin. Sementara kasus AKB umumnya dikarenakan banyak kasus prematur. Sedangkan pada kasus gizi buruk dan gizi kurang, masih terdapat 18 anak dalam kategori gizi buruk dan 69 anak masuk dalam kategori gizi kurang.

3) Penyakit Menular
Berdasarkan data laporan kasus berobat di 2 puskesmas Kertek selama tahun 2009, terdapat beberapa penyakit menular yang sering diidap masyarakat. Kasus diare mencapai rangking tertinggi sebanyak 1.147 orang, disusul deman typoid 405 orang, dan desentri 242 orang. Sementara kasus paru-paru jenis BTA+ sebanyak 203 orang dan jenis klinis sebanyak 134 orang. Adapun 10 besar jenis penyakit menular yang sering diidap masyarakat selama tahun 2009 adalah sebagaimana tertera dalam table di bawah ini :

Tabel 5 ; Data Sistem Surveilans Terpadu Penyakit Terpilih berdasar Kasus berobat di Puskesmas Bulan Januari-Nopember 2009

No Penyakit Jumlah Kasus
1 Diare 1.147
2 Demam Tiphoid 405
3 Disentri 242
4 TB Paru BTA + 203
5 TB Paru Klinis 134
6 Campak 94
7 Pneumonia 60
8 Malaria Vivax 16
9 DBD 11
10 Hepatitis 7
Sumber ; Puskesmas 1 dan 2 Kertek 2009;
Jika dilihat dari jumlah rumah tangga pada tahun 2009 yakni sebanyak 20.110 rumah, baru 1.080 rumah yang memiliki septitank. Sisanya 286 rumah belum memiliki septitank, dan 18.744 lainnya yakni masih menggunakan WC umum di atas kolam. Menilik kasus diare dan desentri yang terjadi di Kecamatan Kertek tahun 2009, sangat dimungkinkan karena adanya bakteri-bakteri yang berasal dari sistem sanitasi yang kurang bersih berkaitan dengan limbah keluarga tersebut. Di samping itu, kondisi penanganan sampah keluarga sampai dengan saat ini, masih belum tertangani dengan baik, di mana banyak warga yang membuang sampah ke sungai maupun saluran-saluran air. Memang belum bisa dipastikan terjadinya penyakit menular ini akibat dari persoalan tersebut di atas, namun melihat kondisi air-air di beberapa sungai yang warnanya keruh kehitaman, menandakan air tersebut jauh dari standar kesehatan bahkan sudah tercemar.

KONDISI PEMERINTAHAN DESA

Wilayah Admisnitrasi Pemerintahan Kecamatan Kertek terbagi dalam 19 Desa dan 2 Kelurahan. Masing memiliki jumlah Dusun, RW, RT, jumlah BPD dan jumlah alokasi dnana desa dengan perincian sebagai berikut:

No

Desa/Kel

Kam

pung

Dusun

RW

RT

Jml

Perangkat

Jmlh BPD

Luas bengkok (Ha)

Jumlah ADD

2009 (Rp.)

1

Desa Sindupaten

5

5

5

33

13

7

17,5

139.718.000

2

Desa Surenggede

4

4

10

20

12

7

16,3

136.735.000

3

Desa Bojasari

6

5

10

33

15

7

13,6

134.348.600

4

Kel. Kertek

7

4

9

62

8

-

23,3

-

5

Ds sumberdalem

5

2

6

33

14

7

14,2

137.629.900

6

Desa Purwojati

4

3

8

44

14

9

8,5

137.331.600

7

Desa Karangluhur

9

4

9

47

19

7

12,3

142.104.400

8

Ds Ngadikusuman

5

4

8

21

12

7

16,6

137.331.600

9

Kel. Wringinanom

2

2

5

11

6

-

10,4

-

10

Desa Sudungdewo

5

3

6

18

15

7

15,1

132.857.100

11

Desa Bejiarum

5

3

8

44

17

7

13,8

138.226.500

12

Ds Damarkasiyan

3

3

6

35

11

7

7,7

138.121.400

13

Desa Banjar

2

2

4

12

9

5

6,7

124.504.600

14

Desa Tlogodalem

4

4

4

26

12

5

9,2

134.646.900

15

Desa Tlogomulyo

4

3

5

16

13

5

15,2

129.277.500

16

Desa Pagerrejo

6

6

8

47

16

9

18,5

155.528.000

17

Desa Candimulyo

4

4

8

35

16

11

10,5

141.806.100

18

Desa Purbosono

3

3

5

20

13

7

6,4

134.050.300

19

Desa Candiyasan

4

4

8

27

16

9

10,5

142.104.400

20

Desa Kapencar

2

2

9

56

11

11

7,1

157.914.500

21

Desa Reco

6

4

10

94

20

11

7,3

152.545.000

Jumlah

95

74

151

734

282

145

261

2.647.731.400

Sumber ; Kantor Kecamatan Kertek, 2009.

Dilihat dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, jumlah pokok PBB Kecamatan Kertek tahun 2009 sebesar Rp. 1.048.539.311,- dengan realisasi mencapai 94,01% atau sebesar Rp.985.703.308,-. Data ini bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya mengalami peningkatan yakni pada akhir tahun 2008 hanya mencapai 87,97% dari pokok Rp. 859.226.990,- dan akhir tahun 2007 mencapai 79,89 % dari pokok sebesar Rp. 869.769.623,-. Dilihat dari pengelolaan jumlah anggaran yang masuk ke desa cukup besar yakni ADD sebesar 2,6 Milyar dan PNPM untuk tahun 2009 dan 2010 masing-masing 3 milyar se kecamatan, merupakan peluang pemerintah desa dalam melakukan upaya-upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sayangnya mind set perencanaan yang dibangun selama ini, masih terbelenggu pada pembangunan dalam arti sempit yakni berupa fisik bangunan/gedung dan belum menyentuh kepada upaya pengembangan pemberdayaan potensi lokal yang ada.

Dari sudut pemanfaatan tanah bengkok pun juga dirasakan belum optimal, karena tidak semua bengkok diolah sendiri tetapi ada diantaranya yang dijual sewa. Sistem pengolahannya pun belum menggunakan cara-cara manajemen yang baik sehingga hasilnya belum maksimal. Bila dikaitkan dengan potensi Kertek sebagai kawasan pertanian, maka setidaknya pemanfaatan tanah bengkok oleh perangkat desa mampu memberikan pengaruh yang signifikan bagi peningkatan kesejahteraan mereka. Ironisnya justru kondisi kesejahteraan perangkat desa sampai saat ini masih belum layak, padahal masih dihadapkan pada kondisi beban-beban sosial yang cukup tinggi.Karenanya pengembangan sektor ekonomi pedesaan diharapkan mampu ditangkap sebagai peluang oleh perangkat desa melalui pemanfaatan sumberdaya yang mereka miliki termasuk tanah bengkok bagi peningkatan kesejahteraannya.

Belum lagi bagi kalangan pengurus RT maupun RW yang secara organisasi merupakan organisasi sosial tetapi dalam prakteknya hampir bisa dikatakan sebagai kepanjangan tangan pemerintah desa di lapis paling bawah. sampai kini lembaga ini sangat berperan vital namun belum diimbangi dengan reward yang jelas dan memadai. Alasannya cukup simpel yakni tidak adanya dukungan anggaran. Untuk itulah perlu dilakukan perubahan paradigma bagi aparat pemerintah desa dari kondisi birokrasi klasik menjadi birokrasi yang lebih modern. Dalam hal ini, birokrasi mampu menyesuaikan kondisi lingkungannya, mampu memainkan peran menggerakkan semua sektor publik bagi kepentingan dan keuntungan pemerintah desa. Sejalan dengan era otonomi desa dewasa ini, desa dituntut memiliki kemampuan finansial (pendapatan asli desa) dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desanya. Mind set mereka mulai diarahkan untuk tidak selalu bergantung kepada pemerintah di atasnya, namun dengan berbekal kewenangan sesuai ketentuan, pemerintah desa diharapkan mampu memiliki jiwa enterpreneurship pada pengelolaan sumber daya lokalnya menjadi satu kekuatan yang memberi kontribusi kepada masyarakat seperti konsep Badan Usaha Milik Desa.