14 Mei 2012

IKON UNGGULAN YANG HAUS SENTUHAN


SAPURAN – Kabupaten Wonosobo menyimpan banyak potensi terpendam yang masih harus digali. Salah satunya ialah kerajinan anyaman bambu dari Desa Rimpak, Kecamatan Sapuran. Dari 1.375 KK yang menghuni desa yang terletak sekitar 20 km dari pusat kota Sapuran ini, 700 KK diantaranya merupakan perajin anyaman bambu.

Tidak jelas awal mula kerajinan anyaman di desa ini, Namun menurut Kepala Desa Rimpak, Zaeni (44), keterampilan membuat anyaman bambu yang dipunyai oleh warganya ini merupakan warisan turun temurun dari nenek moyang warga Rimpak,” Saya sendiri tidak tahu pasti, karena kerajinan ini sudah ada sejak jaman dahulu.”

Tidak mengherankan apabila di wilayah desa ini banyak ditemukan rumpun bambu dari berbagai jenis.

Hasil kerajinan anyaman bambu disini sangat beragam, mulai dari keperluan rumah tangga seperti cething, besek, dan tampah hingga asesoris-asesoris cantik seperti tas, vas bunga dan tempat kosmetik, dapat dibuat oleh warga Rimpak. Usia perajin di desa inipun sangat bergam, mulai dari simbah-simbah sampai dengan anak usia sekolah. Sang Kepala desapun tak mau ketinggalan untuk menjadi salah seorang perajin.

Proses pembuatan anyaman ini memang tak mudah. Sangat dibutuhkan ketelatenan dan kesabaran dari pembuatnya. “ Dalam satu minggu, rata-rata kami dapat menghasilkan 1000 buah kerajinan rumah tangga sederhana, namun untuk kerajinan seperti asesoris produksinya masih sangat terbatas karena jumlah perajin yang masih sedikit dan juga prosesnya yang rumit,”imbuh pria yang pernah mengenyam pelatihan seni anyaman bambu di Tasikmalaya dan Yogyakarta ini.

Dalam membuat 1 jenis asesoris seperti tas dibutuhkan paling tidak 10 kali proses mulai dari pemilihan bahan baku, penganyaman, perendaman sampai dengan pewarnaan dan finishing. Harga kerajinan inipun bervariasi, mulai dari 2 ribu sampai 200 ribu.

Untuk mengatasi keterbatasan produksi, khususnya asesoris dan hiasan, di desa ini telah dibentuk kelompok perajin yang beranggotakan 25 orang yang dikoordinir oleh organisasi Fatayat-Muslimat setempat. Disamping pelatihan secara mandiri, kelompok ini juga telah mendapatkan bantuan berupa permodalan, peralatan dan pelatihan yang diadakan oleh Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Wonosobo.

Pihak desa juga sedang merintis kerjasama dengan sekolah setempat untuk memasukan anyaman sebagai salah satu muatan lokal bagi siswa.”Selain sebagai komoditas komersial, kami juga berharap agar anyaman ini dapat dipakai sebagai sarana edukasi sehingga nantinya kerajinan anyaman ini dapat terus hidup dan berkembang,”tambahnya pula.

Mahasin (35), salah seorang perajin mengaku senang dengan adanya perhatian dari pemerintah,”Kami merasa sangat terbantu dengan adanya perhatian dari pemerintah terutama dengan adanya pelatihan, kami juga berharap agar pelatihan-pelatihan kerajinan ini dapat dilakukan secara berkelanjutan agar kami dapat terus berinovasi.”

Kualitas produk yang dihasilkan tak kalah dengan produk-produk serupa dari daerah lain. Tak heran  apabila anyaman bambu dari Rimpak ini sering didapuk untuk mengikuti pameran di luar daerah dan menjadi salah satu ikon kerajinan dari Kabupaten Wonosobo.

Keberhasilan yang dicapai ini tak serta merta membuat warga desa ini puas. Hal ini disebabkan karena masih ada hambatan yang mengganjal. Hambatan utama yang dihadapi adalah minimnya jumlah perajin dan juga kesulitan pemasaran,”Sementara ini pemasaran produk asesoris kami hanya berdasarkan pesanan saja, promosinyapun hanya sebatas melalui pameran dan getok tular, selain itu karena minimnya jumlah perajin,  membuat kami belum berani untuk menerima order dalam jumlah besar, “tutur Zaeni.


“Kami masih sangat mengharapkan bantuan dari berbagai pihak terutama di untuk promosi dan pemasaran karena kami berharap kerajinan anyaman bambu ini dapat dikenal oleh masyarakat luas dan tidak hanya sebagai ikon saja namun juga untuk meningkatkan taraf hidup warga ,”pungkasnya.