Senyum ramah langsung mengembang saat menerima kedatangan kami di PKD ( Pos Kesehatan Desa) desa Bejiarum Kecamatan Kertek," saya sedang ada pasien sebentar mas", tuturnya." Bu Nourma",begitu panggilan akrabnya. Gadis berparas ayu pemilik nama lengkap Nourma Pusphita ini memang seorang tenaga kesehatan di desa tersebut, bidan desa lebih tepatnya. Tiga tahun sudah dia menekuni profesi tersebut, lengkap dengan suka maupun dukanya. " saya masuk Wonosobo mulai tahun 2007 dan mulai bertugas di Bejiarum pada bulan November 2008", kenangnya.
Profesi sebagai bidan desa tak pernah terpikirkan olehnya, menjadi seorang dokter adalah cita-citanya sejak kecil, namun putri dari pasangan Bp. Nasihin dan Ibu Khodijah ini tak pernah menyesalinya, justru semakin menambah semangatnya untuk menjalani profesi ini.
Pada awalnya banyak kesulitan yang harus dia hadapi. Masyarakat pada umumnya masih lebih percaya kepada dukun bayi ketimbang bidan, sehingga cenderung menyepelekan keberadaan bidan. Namun dengan pendekatan yang intensif, sedikit demi sedikit pola pikir masyarakat desa pun mulai berubah. "Masyarakat sekarang sudah mulai sadar akan pentingnya kesehatan reproduksi, angka kematian ibu melahirkan dan bayipun sudah semakin menurun",tuturnya
Menjadi bidan desa memang bukan profesi yang mudah untuk dijalani oleh gadis kelahiran Tegal 25 tahun yang lalu ini, banyak hambatan dan tantangan yang harus dihadapi setiap harinya. Faktor medan yang sulit dan keterbatasan peralatan seakan-akan menjadi makanan sehari-hari ibu bidan ini. " Kadang harus keluar duit sendiri untuk membeli peralatan dan obat-obatan mas", terangnya. "Bahkan tak jarang saya dibangunkan tengah malam untuk menolong proses kelahiran" , imbuhnya pula. Berbekal ilmu yang dia dapat di STIKES Bhakti Mandala Husada Tegal, semua hal tersebut dilakoninya dengan ikhlas. " modal Bismillah saja mas", ucapnya sembari tertawa kecil. Beruntung ada perhatian dari pemerintah desa setempat dengan menyediakan alokasi dana kesehatan pada Alokasi Dana Desa sehingga dapat sedikit meringankan beban operasional bidan.
Bertugas jauh dari keluarga kadang menjadi hambatan tersendiri , rasa rindu kampung halaman dan keluarga kadang menghantuinya, namun gadis yang sebentar lagi akan mengakhiri masa lajangnya ini tak pernah menjadikannya sebagai suatu hambatan yang berarti, justru dijadikan motivasi tersendiri untuk dapat bertugas dengan baik.
Banyak pengalaman menarik yang dia dapatkan selama bertugas di desa Bejiarum, mulai dari suami yang salah menggunakan alat kontrasepsi, sampai remaja yang minta aborsi. Tak jarang pula ada pengalaman pahit yang harus dia alami seperti saat menolong persalinan resiko tinggi. " bayinya selamat, tapi ibunya meninggal sebulan kemudian karena mempunyai riwayat stroke", kenangnya sambil berkaca-kaca.
Kedepan dia berharap agar pemerintah lebih memperhatikan keberadaan para bidan desa, khususnya di Kabupaten Wonosobo karena beban kerja bidan desa kian hari kian berat. Penambahan sarpras kesehatan dan kebidanan menjadi hal penting yang harus diperhatikan oleh para pembuat kebijakan di Kabupaten ini.
Masalah kesejahteraan apakah perlu ditingkatkan juga?
" Saya tidak ngarep-arep soal itu mas, tapi kalau ditambah ya alhamdulilah." pungkasnya sembari bersiap-siap untuk mengunjungi pasien. ( f-16)
Pada awalnya banyak kesulitan yang harus dia hadapi. Masyarakat pada umumnya masih lebih percaya kepada dukun bayi ketimbang bidan, sehingga cenderung menyepelekan keberadaan bidan. Namun dengan pendekatan yang intensif, sedikit demi sedikit pola pikir masyarakat desa pun mulai berubah. "Masyarakat sekarang sudah mulai sadar akan pentingnya kesehatan reproduksi, angka kematian ibu melahirkan dan bayipun sudah semakin menurun",tuturnya
Menjadi bidan desa memang bukan profesi yang mudah untuk dijalani oleh gadis kelahiran Tegal 25 tahun yang lalu ini, banyak hambatan dan tantangan yang harus dihadapi setiap harinya. Faktor medan yang sulit dan keterbatasan peralatan seakan-akan menjadi makanan sehari-hari ibu bidan ini. " Kadang harus keluar duit sendiri untuk membeli peralatan dan obat-obatan mas", terangnya. "Bahkan tak jarang saya dibangunkan tengah malam untuk menolong proses kelahiran" , imbuhnya pula. Berbekal ilmu yang dia dapat di STIKES Bhakti Mandala Husada Tegal, semua hal tersebut dilakoninya dengan ikhlas. " modal Bismillah saja mas", ucapnya sembari tertawa kecil. Beruntung ada perhatian dari pemerintah desa setempat dengan menyediakan alokasi dana kesehatan pada Alokasi Dana Desa sehingga dapat sedikit meringankan beban operasional bidan.
Bertugas jauh dari keluarga kadang menjadi hambatan tersendiri , rasa rindu kampung halaman dan keluarga kadang menghantuinya, namun gadis yang sebentar lagi akan mengakhiri masa lajangnya ini tak pernah menjadikannya sebagai suatu hambatan yang berarti, justru dijadikan motivasi tersendiri untuk dapat bertugas dengan baik.
Banyak pengalaman menarik yang dia dapatkan selama bertugas di desa Bejiarum, mulai dari suami yang salah menggunakan alat kontrasepsi, sampai remaja yang minta aborsi. Tak jarang pula ada pengalaman pahit yang harus dia alami seperti saat menolong persalinan resiko tinggi. " bayinya selamat, tapi ibunya meninggal sebulan kemudian karena mempunyai riwayat stroke", kenangnya sambil berkaca-kaca.
Kedepan dia berharap agar pemerintah lebih memperhatikan keberadaan para bidan desa, khususnya di Kabupaten Wonosobo karena beban kerja bidan desa kian hari kian berat. Penambahan sarpras kesehatan dan kebidanan menjadi hal penting yang harus diperhatikan oleh para pembuat kebijakan di Kabupaten ini.
Masalah kesejahteraan apakah perlu ditingkatkan juga?
" Saya tidak ngarep-arep soal itu mas, tapi kalau ditambah ya alhamdulilah." pungkasnya sembari bersiap-siap untuk mengunjungi pasien. ( f-16)
1 komentar:
Maturnuwun bu bidan.,
Posting Komentar