22 April 2012

PERAJIN TUNGKU KAYU MASIH EKSIS


KALIKAJAR - Kebijakan konversi gas yang dilakukan pemerintah ternyata tidak menyurutkan semangat industri rumahan pembuat tungku kayu. Bahkan produksinya terus meningkat yang pemasarannya tersebar di lokal dan luar Wonosobo. Salah satunya di Dusun Campursari, Desa Tegalombo, Kecamatan Kalikajar. Di dusun tersebut saat ini masih terdapat sekitar enam perajin tungku kayu yang bahan bakunya dari pasir dan semen alias tungku cetak cor. Ke enam perajin itu yakni Slamet, Markodi, Sinyar, Maryoto, Sudar dan Sirus. Mereka menggeluti usaha pembuatan tungku kayu kurang lebih sudah sepuluh tahun. 

Dusun tersebut merupakan sentra perajin tungku kayu terbesar di Wonosobo yang produksinya mencapai 200 buah per perajin dalam jangka waktu sebulan. Produksi itu terbilang cukup besar, dimana dalam waktu satu bulan mereka bisa membuat sekitar 1.000 tungku kayu. Meskipun mereka menjalankan usaha secara mandiri, namun dalam segi pemasaran mereka sudah membuat kesepakatan dan sistem pasar sehingga mereka tidak saling bersaing melainkan saling mendukung. 

Dalam segi pemasaran mereka tidak mengalami kesulitan berarti, karena tungku buatan mereka selalu habis terjual di pasaran baik lokal maupun luar Wonosobo seperti di Temanggung, Magelang dan Purworejo. Untuk tungku berlubang satu biasa dijual seharga Rp 30.000 per buah, tungku berlubang 2 dijual antara Rp 50.000 sampai Rp 70.000 tergantung jenisnya. Sementara untuk tungku berlubang 3 biasa dijual seharga Rp 130.000 per buah. 
   
Berdasarkan penuturan perajin tungku, Slamet, usaha pembuatan tungku masih akan bertahan lama mengingat minat masyarakat dalam menggunakan kayu bakar masih sangat tinggi, terutama masyarakat desa. Sebagian besar masyarakat desa saat ini masih menggunakan kayu bakar untuk masak, karena potensi kayu yang masih sangat banyak. Sebagian masyarakat lagi hingga kini masih takut untuk menggunakan tabung gas.    

Tungku buatan warga Dusun Campursari itu memiliki kualitas yang cukup bagus dimana konstruksinya kuat karena terbuat dari cor semen dan pasir yang rangkanya terbuat dari besi. Selain itu, tungku buatan mereka irit kayu bakar karena api yang dihasilkan bisa fokus. Pangsa pasar mereka beragam mulai dari pelaku industri, warga dan pedagang. Dalam satu hulan rata-rata per perajin mampu menjual 100 - 150 tungku. "Dagangan laris biasanya saat memasuki Maulid Nabi dan Ramadhan," tutur Slamet. (Rinto)

2 komentar:

Anonim mengatakan...

kata simbok q masak pake kayubakar bisa d bilang lbh hemat dr segi biaya tapi gk ramah lingkungan , jadi serba salah hehe

Anonim mengatakan...

kalau daerah temanghung apakah ada yang jual