22 April 2012

"PETRO" RAYAKAN ULTAH KE-2


KECERIAAN tampak jelas terpancar di wajah puluhan anggota Perhimpunan Tuna Rungu Wonosobo (Pertro) saat menggelar perayaan hari jadi Pertro ke-2 di aula Dinas Sosial, Minggu (22/4). Mereka berkumpul untuk berbagi cerita dan bermain bersama. Uniknya, mulai dari panitia penyelenggara, peserta dan instruktur permainan merupakan penyandang cacat tuna rungu. 

Kendati demikian kegiatan itu berjalan lancar dan meriah menggunakan bahasa yang mereka pahami untuk berkomunikasi.  Para alumni Yayasan Karya Bhakti dan Dena Upakara Wonosobo itu bersemangat mengikuti kegiatan diantaranya bermain meniup balon dan menggambar dengan mata tertutup. 

Menurut Pembina Pertro, Bernadeta Tumirah, kegiatan itu untuk memupuk tali persaudaraan dan cinta kasih sesama penyandang cacat tuna rungu di Wonosobo.  Organisasi Pertro sendiri didirikan pada 22 April 2010 lalu untuk mewadahi para penyandang cacat sekaligus memotivasi mereka agar bisa tumbuh dan berkembang secara mandiri. Adapun kegiatan organisasi Pertro yakni pertemuan rutin setiap satu bulan sekali yang didampingi oleh Dinas Sosial Wonsobo.
Pertemuan itu membahas tentang program kerja layaknya organisasi pada umunya. Pertro juga memiliki struktur pengurus dan ketertiban administrasi seperti surat-menyurat dan membuat proposal kegiatan. “Secara keseluruhan kemampuan mereka cukup membanggakan,” katanya.

Pada kesempatan itu juga hadir penyandang cacat tuna rungu dari beberapa daerah seperti Magelang, Jakarta, Solo, Salatiga dan Banjarnegara. Mereka hadir untuk melihat secara langsung  keberadaan organisasi Pertro yang baru ada di Wonosobo sebagai wadah penyandang cacat tuna rungu di wilayah Jawa Tengah. 

Kabid Rehabilitasi Sosial Dinsos, Agus Kristiono menjelaskan, selama ini organisasi penyandang cacat di Wonosobo baru ada empat yakni Ikatan Tuna Netra Muslim Indonesia (ITMI), Persatuan Tuna Netra Indonesia (Pertuni), Ikatan Penyandang Cacat Tubuh Wonosobo (IPCTW) dan Perhimpunan Tuna Rungu Wonosobo (Pertro). “Pertro merupakan organisasi termuda di Wonosobo,” terangnya.
        
Meskipun mereka memiliki keterbatasan, namun ke- 35 anggota Pertro itu memiliki kemampuan yang mapan di bidangnya masing-masing. Ada yang berprofesi sebagai guru, penjahit, pedagang dan perajin makanan. Secara ekonomi keberadaan mereka sudah bisa dibilang mandiri mengingat mayoritas dari mereka sudah memiliki pekerjaan tetap dan beberapa yang lain memiliki usaha mandiri. 

Karena terkendala pendengaran, untuk dapat berinteraksi dengan masyarakat umum, mereka terbiasa mengamati gerak bibir sehingga mengerti maksud dengan ucapan yang disampaikan orang lain. Beberapa diantara mereka ada yang bisa mengucapkan kata dengan cukup jelas, tetapi untuk yang tidak bisa maka menggunakan bahasa isyarat tangan. Hambatan berkomunikasi tersebut ternyata tidak lantas membuat mereka kecil hati dan tidak bisa berkembang. “Semangat dan kerja keras mereka untuk maju dan berkembang sangat besar sehingga bisa menjadi inspirasi masyarakat luas,” kata Agus.( Rinto )