24 April 2010

Kondisi Kemiskinan

Ukuran kesejahteraan sangat bervariasi, namun secara mendasar dapat diklasifikasikan pada tiga kekuatan dasar dalam memenuhi kebutuhan yakni pada pemenuhan Ekonomi, Pendidikan dan Kesehatan. Ekonomi dilihat pada aspek kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yakni pangan, sandang dan papan/perumahan. Sementara aspek pendidikan dilihat pada sejauhmana kemampuan anggota keluarga dalam menempuh jenjang pendidikan yang tinggi, dan aspek kesehatan dilihat pada sejauhmana mereka mampu memperoleh layanan kesehatan dan terbebas dari penyakit.
Dari jumlah Kepala Keluarga yang ada yakni sebanyak 22.344 KK, terdapat Kepala Keluarga miskin sebanyak 8.984 KK atau 40,2 %. Dari angka tersebut, KK yang menerima bantuan langsung tunai (BLT) tahun 2009 sebanyak 12.126 KK dengan total uang sebanyak Rp. 1.728.400.000,-. Jumlah penerima BLT ini meningkat dari jumlah KK miskin di atas dikarenakan pada kondisi klasifikasi pendataan yang berbeda maupun kondisi lapangan yang sarat akan berbagai kepentingan.
Sementara pada jumlah KK yang menerima alokasi beras miskin hanya sebanyak 8.084 KK didasarkan pada data terakhir BPS tentang KK miskin walaupun pada prakteknya alokasi pembagiannya lebih mengedepankan aspek pemerataan. Inilah kendala lapangan yang sampai saat ini masih ada, sehingga dalam pengalokasian beras miskin masih mengedepankan sisi pemerataan untuk meredam gejolak di masyarakat.
Sementara dilihat pada aspek kepimilikan asuransi kesehatan orang miskin sebanyak 8.642 orang, sehingga bila dibandingkan dengan jumlah KK miskin terdapat selisih 342 orang. Sayangnya belum seluruh anggota keluarga warga miskin mendapatkan kartu askeskin akibat kuota penambahan peserta sangat dibatasi. Kepemilikan askeskin ini sangat dirasakan manfaatnya karena pemenuhan kebutuhan hak dasar akan kesehatan warga miskin dapat terpenuhi di berbagai pelayanan kesehatan pemerintah maupun swasta yang telah bekerjasama dengan PT askes.
Namun demikian dari tahun ke tahun angka kemiskinan justru meningkat. Kondisi ini diakibatkan oleh lemahnya si miskin dari berbagai faktor, faktor ketidakberdayaan karena rendahnya kapabilitas, ketidakmampuan dalam menangkap peluang dan faktor kesempatan. Karenanya upaya pemecahan pemberantasan kemiskinan harus melibatkan si miskin itu sendiri dalam merencanakan kebutuhannya. Si miskin didudukkan sebagai pelaku dengan diberikan berbagai fasilitas pendukung seperti keahlian, akses bantuana permodalan maupun network jejaring usaha.