10 Mei 2011

“BRANDING” KERTEK, SUDAH SIAPKAH???


PERNAHKAH anda mendengar nama Kertek? Apabila anda sering bepergian dari arah Purwokerto menuju Semarang pasti melewati wilayah ini, karena wilayah ini terletak di sepanjang jalur protokol menuju ke arah timur Kabupaten Wonosobo. Namun apabila ada yang menanyakan lebih dalam tentang kecamatan ini saya yakin anda akan banyak menjawab “tidak tahu” atau sekedar menggelengkan kepala saja.

Kebanyakan dari kita mungkin hanya tahu bahwa daerah ini hanya terdiri dari deretan toko, warung makan, pedagang kaki lima dan ....macet. Namun tahukah anda apabila di wilayah ini terdapat pusat kerajinan sepatu sekelas Cibaduyut? Atau pusat kerajinan besi seperti Garut? Atau juga Sentra Batik seperti di Solo? Saya yakin kebanyakan dari anda akan menggeleng ketika mendengar pertanyaan-pertanyaan itu. Karena memang produk-produk kerajinan dari sentra-sentra tadi kebanyakan hanya mentok di pasar tradisional maupun dibiarkan berdebu di ruang pamer.

Kertek sebagai salah satu daerah penyangga Kabupaten Wonosobo sebenarnya menyimpan ”1001” potensi dan atraksi menarik yang belum tereksploitasi atau bahkan sama sekali belum tereksplorasi. Mulai dari kuliner, pariwisata, pertanian dan home industry. Potensi-potensi yang ada di wilayah ini adalah yang paling komplit apabila dibandingkan dengan wilayah lain di Kabupaten Wonosobo. Namun dari sekian banyak potensi yang ada, hanya segelintir yang telah digarap dengan serius baik oleh pemerintah maupun oleh pemilik usaha itu sendiri. Sisanya dibiarkan hidup secara”alamiah”(itupun kalau masih bisa bertahan hidup).

“Sepatu Klilin” begitu kamu menyebutnya, bukan tidak pernah mendapat tempat di berbagai even pameran yang difasilitasi Pemerintah Kabupaten Wonosobo. “Pande Besi Sambon” pun pernah beberapa kali menghiasi dunia maya. “Batik Kembang Keli” juga tak pernah absen dari even pameran di daerah lain. Akan tetapi langkah-langkah yang diambil selalu tidak sepenuh hati alias setengah-setengah. Promosi yang dilakukan oleh pemerintah hanya sekedar bersifat menawarkan-atau memamerkan- tanpa mempertimbangkan aspek kualitas. Cara promosinya pun masih konvensional, bahkan tak jarang penjaga stan pameran tak bisa memberikan penjelasan mengenai produk yang dipamerkan (??)

Pemasaran dan promosi produk seringkali tidak didahului dengan manajemen mutu yang baik. Para produsenpun sepertinya enggan untuk berinovasi, atau mungkin karena memang tidak mendapat informasi yang cukup mengenai perkembangan produk, sehingga konsumenpun sering dibuat kecewa dan akhirnya mengurungkan niatnya untuk membeli.

Dengan Quality Control ketat, inovasi produk dan manajemen promosi yang baik, bukan tidak mungkin, kelak kita akan melihat sepatu klilin dipajang di counter Shoeline Ambarukmo Plaza ataupun bersaing dengan rekan sejawatnya Buccheri maupun Edward Forrer, sesama produk lokal yang sudah mendunia. Kerajinan pande besi sambonpun kelak bisa mengembangkan produknya dari “sekedar” cangkul dan sabit menjadi kerajinan samurai jepang ataupun pisau khukri senjata khas tentara Gurkha. Dan sekali lagi hasil kerajinan ini akan menempati ruang pamer yang lebih layak dari hanya pasar tradisional.

Mungkin sudah saatnya -atau agak terlambat- pemerintah kembali memikirkan secara lebih serius untuk memfasilitasi pengembangan potensi di daerah. Tentu saja hal itu tidak bisa dilakukan sendirian. Pihak swasta dan produsen sendirilah yang akhirnya akan menjadi motor penggerak kemajuan. Sehingga nantinya “sendang surodilogo” bisa kembali dikunjungi orang, dan “jalur maut kertek” akan berubah menjadi “jalur wisata dan rekreasi kertek”.

2 komentar:

Unknown mengatakan...

ya coba kita konsep agar para pengusaha mau beralih seperti apa yang diharapkan sampean..

Anonim mengatakan...

bhahaha